hit counter


Jumat, 21 November 2014

Habis Terang Keuangan, Tersualah Gelap

Habis Terang Keuangan, Tersualah Gelap 

Habis Terang Keuangan, Tersualah Gelap
Image by : AFP
Usai lebaran lalu seorang teman dengan nada berseloroh berkata, “Sesungguhnya, puasa yang sebetulnya bukan pada saat Ramadhan, melainkan masa-masa setelah lebaran.” 

Yang dia maksud tak lain adalah kondisi keuangan yang kritis usai berpesta merayakan Hari Kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. 

Saat lebaran biasa dianggap sebagai saat untuk konsumtif. Selain karena memang dana memungkinkan – dengan ada THR dan gaji ke 13 – juga karena saat hari besar banyak kegiatan yang kita lakukan. Belum lagi harga-harga yang meningkat menjelang hari raya terbesar ini. Jadi tidak heran banyak biaya yang keluar. Lagipula ada semacam pemakluman kalau saat lebaran berarti boleh boros. 

Namun menurut Eko Endarto, RFA, perencana keuangan di Finansia Consulting, menjadi lebih boros saat lebaran tidak masalah, namun menjadi miskin saat setelah lebaran yang harus dipertimbangkan ulang. 
Eko menjelaskan, agar tidak menjadi lebih miskin setelah lebaran, Anda perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini: 

Utang. Kondisinya adalah adanya kebutuhan pengeluaran besar dan pengeluaran pokok rutin yang tetap harus dilakukan, namun pemasukan terlambat masuk karena gaji baru diterima di akhir bulan. Untuk itu perhitungan matang harus kita lakukan.

“Berutang karena alasan keterpaksaan masih diperbolehkan, namun pastikan itu hanya untuk kebutuhan wajib dan kita berkomitmen untuk menyelesaikannya saat penghasilan masuk kelak,” ungkap Eko. 

Konsumsi. Pengeluaran berlebihan saat lebaran. Harga yang belum turun akibat kenaikan harga saat lebaran, mau tidak mau membuat pengeluaran konsumsi menjadi tinggi. Satu hal yang penting harus Anda pertimbangkan adalah untuk berusaha mengembalikan pola hidup seperti saat sebelum lebaran. 

“Saat Anda memiliki dana berlebih, maka akan selalu diikuti dengan pengeluaran yang juga meningkat,” jelas Eko. “Untuk itu berusahalah agar pola hidup dan gaya konsumsi kita bisa kembali ke posisi sebelum lebaran. Sebab bagaimanapun juga moment lebaran dan konsumsi saat lebaran tidak diikuti dengan kenaikan gaji, kan?”

Investasi. Nah, biasanya setelah lebaran hal ini tidak menjadi prioritas karena keharusan kita untuk memenuhi kebutuhan wajib dan pokok. Untuk hal ini, saya masih memakluminya. Namun banyak terjadi pemakluman ini membuat kebiasaan investasi menjadi terlupakan. 

“Berhenti berinvestasi saat ini bukan berarti berhenti di bulan depan,” tegas Eko. “Sebab, bagaimanapun keterlambatan saat ini akan membuat perhitungan investasi kita berbeda.”
Add to Cart

0 komentar:

Posting Komentar