hit counter


Selasa, 25 November 2014

Konflik Karena Wasiat

Konflik Karena Wasiat 

Konflik Karena Wasiat
Image by : Istimewa
Tak bisa dipungkiri, manusia seringkali berkonflik karena masalah uang.

Namun demikian, menurut psikolog dan terapis keluarga, dra. Catherine DML. Martosudarmo, M.Sc., harus diingat bahwa warisan adalah pemberian. Seberapa besar pemberian bergantung kepada keinginan pemberi itu sendiri. Hal itu yang sering dilupakan keluarga yang berkonflik.

Catherine lebih lanjut bercerita, dari banyak kasus yang ia tangani, umumnya keluarga sudah berkonflik jauh sebelum pembagian warisan. Masalahnya mungkin tidak besar hingga menimbulkan pertengkaran. “Tetapi semua hal yang terkesan sepele itu bisa menjadi penyebab konflik,” katanya lagi.

Bagi Catherine, penting juga mengetahui prioritas hidup keluarga yang berkonflik. “Seringkali memang prioritas mereka terbalik. Pekerjaan dan harta di atas keluarga, misalnya. Akibatnya, ya, kacau,” tuturnya. Lalu ia memberi usul kepada keluarga tersebut untuk mengatur kembali prioritas hidup mereka. “Saya menyarankan, prioritas pertama adalah Tuhan, keimanan atau kepercayaan. Kemudian keluarga inti dan keluarga besar. Selanjutnya, baru pekerjaan dan harta. Kalau sudah benar, konflik akan dengan mudah terselesaikan karena pola pikir mereka menjadi lebih tertata, dan mengetahui mana yang lebih penting, keluarga atau harta,” jelasnya lagi.

Catherine menambahkan, bila konflik dalam diri sendiri sudah bisa diatasi, selanjutnya yang perlu dibenahi adalah hubungan antar-anggota keluarga. Menurutnya, keharmonisan hubungan yang sudah retak bisa dikembalikan lagi melalui langkah-langkah berikut:

  • Menyadari dan mengakui bahwa telah terjadi konflik dalam keluarga. Bagi orang-orang tertentu, langkah ini menjadi berat karena citra baik keluarganya menjadi tercoreng. Meski begitu, perlu disadari bahwa konflik bisa terjadi hanya karena campur tangan dua atau lebih pihak. Perlu keberanian untuk menyadari bahwa ia juga mempunyai kontribusi terhadap terjadinya konflik itu.
  • Memiliki kemauan untuk menyelesaikan konflik yang sudah disadarinya. Tanpa kemauan, situasi tidak akan berkembang ke mana-mana.
  • Menindaklanjuti kemauan tersebut dan mewujudkannya ke dalam sikap. Misalnya, meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya. Seringkali orang terbentur pada langkah ini karena belum mau mengorbankan egonya untuk memulai dulu. “Seringkali orang berpikir, dengan meminta maaf lebih dulu berarti saya kalah. Padahal memulai adalah kunci. Kalau Anda dan ia hanya reaktif dan menunggu, wah, tidak akan selesai,” kata Catherine.
  • Tidak perlu khawatir tentang reaksi pihak yang berseteru dengan Anda. Bila niat baik Anda tidak disambut, tidak masalah. Yang penting, Anda sudah memulai dan menyampaikan itikad baik untuk meminta maaf dan memberi pengampunan, tanpa terlebih dulu diminta. “Kalau sudah berhasil melewati langkah itu, artinya Anda sudah naik kelas dalam sekolah kehidupan dan menjadi pribadi yang lebih matang,” tuturnya sambil menutup pembicaraan.
Add to Cart

0 komentar:

Posting Komentar